DPR Papua Tengah Gelar Konsultasi Publik Bahas 10 Ranperdasus dan Ranperdasi di Timika
Langkah strategis dalam memperkuat dasar hukum bagi Orang Asli Papua dan penguatan lembaga adat di Papua Tengah melalui partisipasi publik lintas elemen masyarakat
Papuanewsonline.com - 04 Nov 2025, 20:25 WIT
Papuanewsonline.com/ Politik & Pemerintahan
Papuanewsonline.com, Timika — Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Provinsi Papua Tengah terus memperkuat komitmennya terhadap pembangunan berbasis kearifan lokal dan keadilan hukum bagi masyarakat adat. Hal ini diwujudkan melalui kegiatan konsultasi publik untuk membahas 10 Rancangan Peraturan Daerah Khusus (Ranperdasus) dan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi (Ranperdasi) yang digelar di Hotel Horison Diana, Timika, pada Selasa (4/11/2025).
Kegiatan ini merupakan hasil
kerja sama antara DPR Papua Tengah dan Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Mimika,
yang bertujuan untuk membuka ruang partisipasi masyarakat dalam proses
pembentukan peraturan daerah yang berdampak langsung bagi warga, khususnya Orang
Asli Papua (OAP).
Acara tersebut dihadiri oleh
berbagai unsur penting, di antaranya perwakilan Organisasi Perangkat Daerah
(OPD) Pemkab Mimika, anggota DPRD Mimika, akademisi STIH Mimika, perwakilan LSM
dan pelaku usaha, serta tokoh masyarakat adat seperti Lembaga Masyarakat Adat
Amungme (Lemasa) dan Lembaga Masyarakat Adat Kamoro (Lemasko). Turut hadir pula
tokoh perempuan dan pemuda adat yang memberikan pandangan kritis terhadap
substansi rancangan regulasi tersebut.
Antusiasme peserta menunjukkan
bahwa masyarakat menginginkan produk hukum daerah yang inklusif, berpihak pada
masyarakat adat, serta menjawab kebutuhan sosial dan ekonomi lokal.
Wakil Ketua Badan Pembentukan
Peraturan Daerah (Bapemperda) DPR Papua Tengah, Ardi, ST, menjelaskan bahwa
kegiatan ini merupakan tahap lanjutan dari proses harmonisasi yang telah
dilakukan sebelumnya.
“Sepuluh Ranperdasi dan
Ranperdasus yang dibahas di Timika ini sudah melalui proses harmonisasi.
Sekarang kami masuk pada tahap konsultasi publik untuk menyerap aspirasi dan
masukan dari berbagai pihak,” ungkap Ardi.
Ia juga menambahkan bahwa 19
rancangan peraturan lainnya masih dalam tahap harmonisasi, dan diharapkan
seluruhnya dapat rampung sebelum masa sidang berikutnya.
Beberapa Ranperdasus yang dibahas
mencakup pengaturan perlindungan hak-hak OAP, tata kelola sumber daya alam
berbasis masyarakat adat, pemberdayaan ekonomi lokal, pendidikan kontekstual
Papua, dan kebijakan sosial budaya khas Papua Tengah.
Wakil Ketua Komisi IV DPR Papua
Tengah, John NR Gobai, menyoroti salah satu rancangan penting, yakni Ranperdasi
tentang tugas-tugas kepolisian daerah yang menyangkut keberadaan polisi adat
atau penjaga wilayah adat.
“Masyarakat adat menilai
keberadaan polisi adat merupakan kebutuhan hukum yang sangat penting. Karena
itu, Ranperdasi ini diharapkan bisa menjadi payung hukum bagi penjaga wilayah
adat,” tegas John.
John juga meminta agar Polda
Papua Tengah turut memberikan dukungan dalam penyusunan dan pelaksanaan
kebijakan tersebut, agar implementasinya berjalan efektif di lapangan dan tidak
sekadar menjadi dokumen hukum tanpa daya guna.
Melalui kegiatan ini, DPR Papua
Tengah berharap proses legislasi daerah dapat menjadi lebih partisipatif,
transparan, dan kontekstual dengan karakteristik sosial-budaya masyarakat Papua
Tengah.
Konsultasi publik juga menjadi
bagian dari upaya memperkuat otonomi khusus Papua, dengan memastikan bahwa setiap
regulasi yang lahir benar-benar berpihak kepada masyarakat adat dan mendorong
kesejahteraan mereka.
“Kami ingin agar Ranperdasus dan
Ranperdasi ini bukan hanya simbol otonomi, tetapi instrumen nyata untuk
memperkuat eksistensi dan hak-hak Orang Asli Papua,” tutur Ardi menutup
kegiatan.
Kegiatan kemudian ditutup dengan foto bersama seluruh peserta dan panitia penyelenggara, menandai semangat kolaborasi antara lembaga legislatif, akademisi, dan masyarakat dalam membangun sistem hukum daerah yang berkeadilan dan berkelanjutan di Papua Tengah.
Penulis: Jid
Editor: GF