logo-website
Kamis, 30 Okt 2025,  WIT

BBKSDA Papua Klarifikasi Soal Pemusnahan Cenderawasih: Bukan Tindakan Mendiskreditkan Budaya

Penjelasan resmi BBKSDA Papua tegaskan komitmen melindungi satwa endemik dan menghormati nilai budaya masyarakat adat Papua di tengah polemik pemusnahan opset burung cenderawasih

Papuanewsonline.com - 22 Okt 2025, 20:30 WIT

Papuanewsonline.com/ Politik & Pemerintahan

Suasana konferensi pers di Kantor BBKSDA Papua saat Kepala BBKSDA Johny Santoso memberikan klarifikasi resmi terkait pemusnahan opset dan mahkota burung cenderawasih.

Papuanewsonline.com, Jayapura — Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua akhirnya memberikan klarifikasi resmi terkait peristiwa pemusnahan sejumlah opset dan mahkota burung cenderawasih yang dilakukan pada 20 Oktober 2025 lalu. Tindakan tersebut sempat menimbulkan beragam tanggapan di kalangan masyarakat, khususnya masyarakat adat Papua yang menilai burung cenderawasih sebagai simbol budaya dan kebanggaan Tanah Papua.


Dalam konferensi pers yang digelar di Kantor BBKSDA Papua, Kepala BBKSDA Papua, Johny Santoso, menegaskan bahwa langkah pemusnahan tersebut murni dilakukan dalam kerangka penegakan hukum dan perlindungan satwa liar, bukan untuk menyinggung atau mengabaikan nilai budaya masyarakat adat.

“Kami memahami betul bahwa cenderawasih memiliki nilai budaya dan spiritual yang tinggi bagi masyarakat Papua. Karena itu, kami tegaskan bahwa tindakan ini bukan untuk mendiskreditkan budaya masyarakat adat, melainkan untuk menjaga kelestarian dan kesakralan cenderawasih sebagai simbol identitas Papua,” ujar Johny Santoso.

Lebih lanjut, Johny menjelaskan bahwa pemusnahan barang bukti tersebut dilakukan sesuai dengan mandat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, serta berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.26/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2017 mengenai penanganan barang bukti tindak pidana lingkungan hidup dan kehutanan.

Barang bukti yang dimusnahkan merupakan hasil penegakan hukum terhadap pelaku perdagangan ilegal satwa dilindungi, termasuk bagian tubuh burung cenderawasih yang dijadikan opset dan mahkota hias.

“Satwa yang dilindungi tidak boleh diperdagangkan atau dimanfaatkan tanpa izin resmi. Pemusnahan adalah bentuk akhir dari proses hukum agar barang bukti tersebut tidak kembali diperjualbelikan atau disalahgunakan,” jelas Johny.

Ia juga menambahkan bahwa sebelum pemusnahan dilakukan, pihak BBKSDA telah mempertimbangkan berbagai opsi, termasuk kemungkinan menyerahkan barang bukti ke lembaga pendidikan atau museum, namun keputusan akhir tetap mengacu pada ketentuan hukum yang berlaku.

Menanggapi peristiwa tersebut, Komunitas Rumah Bakau Jayapura, melalui pendirinya Abdel Gamel Nasser, menyampaikan bahwa kejadian ini sebaiknya tidak hanya dipandang sebagai persoalan hukum, tetapi juga sebagai momentum introspeksi bersama.

“Peristiwa ini menjadi cermin bagi kita semua — pemerintah, lembaga konservasi, dan masyarakat adat — untuk bersama-sama menjaga simbol kebanggaan Papua. Cenderawasih bukan sekadar satwa, tetapi lambang kehidupan dan keindahan Tanah Papua,” ujar Abdel.

Ia juga mengajak seluruh masyarakat agar terus menumbuhkan kesadaran lingkungan, menghentikan praktik perburuan, serta mendukung upaya pelestarian yang dilakukan pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat.

“Mari kita jadikan peristiwa ini titik balik untuk memperkuat rasa memiliki terhadap kekayaan alam Papua. Melestarikan cenderawasih berarti melestarikan jati diri kita sendiri,” tambahnya.

Kepala BBKSDA Papua menegaskan bahwa pihaknya akan terus menjalin komunikasi intensif dengan para tokoh adat, akademisi, serta organisasi lingkungan agar setiap kebijakan yang diambil memperhatikan nilai-nilai budaya lokal.

“Kami terbuka terhadap dialog. Ke depan, kami ingin melibatkan lebih banyak pihak dalam merumuskan pendekatan konservasi yang menghormati adat, budaya, dan kearifan lokal,” tutur Johny.

Menurutnya, keberhasilan konservasi di Papua sangat bergantung pada kolaborasi antara masyarakat adat dan pemerintah. Dengan demikian, langkah penegakan hukum dapat berjalan selaras dengan upaya menjaga martabat dan identitas budaya masyarakat setempat.

Peristiwa ini membuka ruang refleksi penting bagi semua pihak tentang bagaimana hukum konservasi diterapkan tanpa mengabaikan akar budaya yang telah melekat di masyarakat Papua selama berabad-abad.

Pemerhati lingkungan menilai, perlu ada pendekatan baru yang lebih humanis dan edukatif dalam menegakkan aturan konservasi di wilayah adat. Hal ini penting agar masyarakat tidak hanya memahami sisi hukum, tetapi juga merasakan manfaat nyata dari upaya pelestarian satwa endemik seperti burung cenderawasih.

BBKSDA Papua berjanji akan terus memperkuat edukasi publik, memperluas kampanye anti-perburuan satwa dilindungi, serta mengembangkan kemitraan konservasi bersama masyarakat lokal.

“Kami berharap langkah-langkah ke depan bisa menjadi jembatan antara pelestarian alam dan pelestarian budaya Papua,” tutup Johny Santoso.

 

 

Penulis: Hendrik

Editor: GF

Bagikan berita:
To Social Media :
Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE