Gagal Lindungi Raja Ampat, PB PMII Desak Presiden Prabowo Pecat Bahlil Lahadalia Dari Menteri ESDM
Keberadaan tambang nikel di Raja Ampat secara jelas melanggar Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang menyatakan bahwa pulau dengan luas kurang dari 2.000 km² dilarang dijadikan lokasi tambang
Papuanewsonline.com - 11 Jun 2025, 21:34 WIT
Papuanewsonline.com/ Ekonomi

Papuanewsonline.com,Jakarta, -
Raja Ampat yang dikenal sebagai salah satu kawasan dengan keindahan laut dan biodiversitas terkaya di dunia, kini berada dalam ancaman besar akibat keberadaan tambang nikel yang telah diberikan izin sejak tahun 2017.
Izin ini menandai babak baru kerusakan ekologis di kawasan yang seharusnya dijaga sebagai bagian dari warisan dunia dan benteng terakhir keanekaragaman hayati laut.
Pemerintah, khususnya Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, dinilai gagal total dalam mengelola konflik ekologis dan sosial yang ditimbulkan. Alih-alih mengambil langkah preventif, Bahlil justru tampil dengan pernyataan-pernyataan yang bersifat reaktif dan tidak menyentuh akar persoalan. Dalam berbagai forum.
Hal ini disampaikan M. Muham Tashir selaku ketua bidang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) melalui keterangan tertulis yang diterimah Media Papuanewsonline.com, Rabu (11/6/2025).
Muham Tashir mengatakan pernyataan Bahlil tentang aktivitas tambang nikel di Raja Ampat sebagai “campur tangan asing” adalah pengalihan isu.
"Pernyataan tersebut adalah bentuk pengalihan isu yang mencederai kepedulian masyarakat lokal dan aktivis lingkungan yang selama ini konsisten menyuarakan perlindungan di Raja Ampat," ujar M. Muham Tashir
Lebih lanjut Tashir menyebutkan, Bahlil sebagai menteri tidak bisa cucih tangan tentang kerusakan alam di Raja Ampat.
“Kami sangat kecewa dengan sikap pemerintah, khususnya Menteri ESDM Bahlil Lahadalia. Alih-alih hadir sebagai pelindung kepentingan ekologis dan masyarakat adat, beliau justru tampil dengan respons reaktif dan pernyataan yang tidak solutif,” tegasnya.
Tashir menyebutkan dengan kejadian di Raja Ampat maka tampak pemerintah lebih mementingkan kepentingan ekonomi ekstraktif ketimbang keseimbangan ekologis dan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat.
" Padahal, keberadaan tambang nikel di Raja Ampat secara jelas melanggar Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang menyatakan bahwa pulau dengan luas kurang dari 2.000 km² dilarang dijadikan lokasi tambang," Ucap Tashir.
Lanjut Tashir, Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) berharap agar atas kejadian kerusakan di Raja Ampat, Presiden Prabowo Subianto segerah mencopot Bahlil Lahadalia dari jabatanya sebagai Menteri ESDM.
Berikut tuntutan dari PB PMII:
- Pemerintah segerah mecabut semua izin tambang nikel di wilayah Raja Ampat secara permanen.
- Meminta Presiden Prabowo Subianto mengefaluasi dan mencopot Bahlil Lahadalia dari jabatannya sebagai Menteri ESDM karena gagal mengakomodir kepentingan masyarakat dan ekosistem laut.
- Pemerintah harus menegakkan UU No. 1 Tahun 2014 secara konsisten tanpa pengecualian demi menyelamatkan lingkungan dan generasi mendatang.
- Pemerintah segerah menghentikan narasi pengalihan isu dengan menyalahkan pihak asing, karena kritik datang dari suara rakyat dan komunitas lokal.
- Raja Ampat bukan tempat untuk eksploitasi oleh para Olgikari ekonomi yang rakus, karena Raja Ampat adalah simbol keindahan, keseimbangan, dan keberlanjutan, sehingga Pemerintah harus menunjukkan keberpihakan yang jelas kepada rakyat dan lingkungan, bukan hanya kepada investor, atau para Olgikari.(Red)