logo-website
Sabtu, 02 Agu 2025,  WIT

Gagal Lindungi Raja Ampat, PB PMII Desak Presiden Prabowo Pecat Bahlil Lahadalia Dari Menteri ESDM

Keberadaan tambang nikel di Raja Ampat secara jelas melanggar Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang menyatakan bahwa pulau dengan luas kurang dari 2.000 km² dilarang dijadikan lokasi tambang

Papuanewsonline.com - 11 Jun 2025, 21:34 WIT

Papuanewsonline.com/ Ekonomi

Gegara Tambang Nikel Di Raja Ampat Foto Menteri ESDM Bahlil Lahadalia Dengan Minuman Mahal Kembali Firal Di Media Sosial, Seperti X, Facebook dan Instagram

Papuanewsonline.com,Jakarta, -

Raja Ampat yang dikenal sebagai salah satu kawasan dengan keindahan laut dan biodiversitas terkaya di dunia, kini berada dalam ancaman besar akibat keberadaan tambang nikel yang telah diberikan izin sejak tahun 2017. 

Izin ini menandai babak baru kerusakan ekologis di kawasan yang seharusnya dijaga sebagai bagian dari warisan dunia dan benteng terakhir keanekaragaman hayati laut.


Pemerintah, khususnya Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, dinilai gagal total dalam mengelola konflik ekologis dan sosial yang ditimbulkan. Alih-alih mengambil langkah preventif, Bahlil justru tampil dengan pernyataan-pernyataan yang bersifat reaktif dan tidak menyentuh akar persoalan. Dalam berbagai forum.

Hal ini disampaikan M. Muham Tashir selaku ketua bidang  Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) melalui keterangan tertulis yang diterimah Media Papuanewsonline.com, Rabu (11/6/2025).

Muham Tashir mengatakan pernyataan Bahlil tentang  aktivitas tambang nikel di Raja Ampat sebagai “campur tangan asing” adalah pengalihan isu.

"Pernyataan tersebut adalah bentuk pengalihan isu yang mencederai kepedulian masyarakat lokal dan aktivis lingkungan yang selama ini konsisten menyuarakan perlindungan di Raja Ampat," ujar M. Muham Tashir

Lebih lanjut Tashir menyebutkan, Bahlil sebagai menteri tidak bisa cucih tangan tentang kerusakan alam di Raja Ampat.

“Kami sangat kecewa dengan sikap pemerintah, khususnya Menteri ESDM Bahlil Lahadalia. Alih-alih hadir sebagai pelindung kepentingan ekologis dan masyarakat adat, beliau justru tampil dengan respons reaktif dan pernyataan yang tidak solutif,” tegasnya.

Tashir menyebutkan dengan kejadian di Raja Ampat maka tampak  pemerintah lebih mementingkan kepentingan ekonomi ekstraktif ketimbang keseimbangan ekologis dan perlindungan terhadap hak-hak  masyarakat adat. 

" Padahal, keberadaan tambang nikel di Raja Ampat secara jelas melanggar Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang menyatakan bahwa pulau dengan luas kurang dari 2.000 km² dilarang dijadikan lokasi tambang," Ucap Tashir.

Lanjut Tashir, Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII)  berharap agar atas kejadian kerusakan di Raja Ampat, Presiden Prabowo Subianto segerah mencopot Bahlil Lahadalia dari jabatanya sebagai Menteri ESDM.

Berikut tuntutan dari PB PMII:

- Pemerintah segerah mecabut semua  izin tambang nikel di wilayah Raja Ampat secara permanen.

- Meminta Presiden Prabowo Subianto mengefaluasi  dan mencopot Bahlil Lahadalia dari jabatannya sebagai Menteri ESDM karena gagal mengakomodir kepentingan masyarakat dan ekosistem laut.

- Pemerintah harus menegakkan UU No. 1 Tahun 2014 secara konsisten tanpa pengecualian demi menyelamatkan lingkungan dan generasi mendatang.

- Pemerintah segerah menghentikan narasi pengalihan isu dengan menyalahkan pihak asing, karena kritik datang dari suara rakyat dan komunitas lokal.

- Raja Ampat bukan tempat untuk eksploitasi oleh para Olgikari ekonomi yang  rakus, karena Raja Ampat adalah simbol keindahan, keseimbangan, dan keberlanjutan, sehingga Pemerintah harus menunjukkan keberpihakan yang jelas kepada rakyat dan lingkungan, bukan hanya kepada investor, atau para Olgikari.(Red)


Bagikan berita:
To Social Media :
Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE