Gelar Diskusi, HMI Mimika Berikan 9 Rekomendasi Penyelesaian Konflik di Papua
Diskusi secara online (Zoom Meeting) pada Sabtu 27/04/2024 kemarin dengan menghadirkan beberapa Nara Sumber
Papuanewsonline.com - 29 Apr 2024, 00:06 WIT
Papuanewsonline.com/ Politik & Pemerintahan

Papuanewsonline.com, Mimika
– Dilatarbelakangi oleh Konflik di Tanah Papua yang berkepanjangan serta akar permasalahan yang belum terselesaikan dengan baik, sehingga HMI Cabang Persiapan Mimika menggelar Diskusi secara online (Zoom Meeting) pada Sabtu 27/04/2024 kemarin dengan menghadirkan beberapa Nara Sumber yaitu Latifah Anum Siregar (Direktur Aliansi Demokrasi untuk Papua), Theo Hesegem (Dir Eksekutif Yayasan Keadilan & Keutuhan Manusia Papua), dan Rifyandi Ridwan Saleh (Ketua PB HMI bidang Hukum, Pertahanan & Keamanan). Sedangkan Dandim 1710 Mimika yang direncanakan juga sebagai Narasumber namun berhalangan hadir.
Adanya proses internasionalisasi
konflik di Tanah Papua membuat atensi global menjadi lebih besar dan
mengakibatkan proses pengentasan konflik di Tanah Papua semakin rumit bagai
benang kusut . Tidak dipungkiri akhirnya konflik di Tanah Papua menjadi wacana
global dalam pelbagai perspektif; HAM, Lingkungan, Ekonomi, Politik, SDM,
SDA. Kesemua aspek masalah ini bermuara
pada satu tujuan yaitu pelepasan Papua dari Indonesia sebagai sebuah negara
yang berdaulat (dalam perspektif Organisasi Papua Merdeka).
Hal ini juga terungkap pada
pemaparan dari Direktur AlDP, Latifah Anum Siregar, bahwa Konflik di Tanah
Papua adalah konflik bersenjata terpanjang di Indonesia dengan isu Sipil Politik
dan Ekonomi Sosial Budaya dengan Aktor yang berlapis-lapis menyangkut Perebutan
sumber daya dan identitas dengan level vertical dan horizontal, Papar Anum memulai
materinya.
“Ada 4 akar masalah di Papua
dalam Papua Rooad Map-LIPI tahun 2008 yaitu : perbedaan penafsiran mengenai sejarah
integrasi Papua (Dialog), Pelanggaran HAM/Pengadilan HAM, Kegagalan
Pembangunan/Perbaikan Pelayanan Publik dan Marginalisasi dan Diskriminasi
(Rekognisi dan Afirmasi). Namun sebaliknya jika dipresentasikan dalam angka,
Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Demokrasi Indonesia di Papua serta
Laju pertumbuhan penduduknya justru sangat rendah,” kata Anum.
Di lain pihak, Indonesia telah
melakukan beberapa kebijakan yang difungsikan untuk mengatasi permasalahan di
Tanah Papua, antara lain Otonomi Khusus, Pemekaran, Pendekatan Keamanan,
kenaikan Investasi dan Pembangunan Infrastruktur juga Penegakan Hukum di Papua.
Semua ini bermuara pada mengembalikan kepercayaan orang Papua terhadap
Indonesia.
Implementasi OTSUS perlu direposisi jika mereview implikasi kebijakan otonomi khusus ini. Dampak terhadap orang Papua dari sisi ekonomi, pendidikan dan kesehatan masih terbilang minim. Papua masih tercatat sebagai daerah yang memiliki penduduk miskin, akses kesehatan sulit dan tingkat pendidikan rendah. Oleh karena itu, OTSUS hingga saat ini tidak menjadi jalan tengah konflik di Tanah Papua.
Hal ini juga dibenarkan oleh Direktur Eksekutif YKKMP, The Hesegem kepada peserta zoom meeting yang begitu antusias.
“Bahwa OTSUS seharusnya menjadi
solusi yang baik bagi masyarakat Papua tapi ternyata dalam perjalanannya, realisasi
OTSUS semakin tidak jelas dan mengambang. Banyak kekecewaan yang dialami oleh
masyarakat karena penyalahgunaan Dana OTSUS tersebut,” jelasnya.
Metode ini dijadikan jembatan
untuk mendengar keinginan ”orang Papua” akan konflik yang terjadi selama ini
dan menyetujui upaya penyelesaian secara bersama-sama. Kebutuhan mediator
internasional menjadi opsional karena isu Papua haruslah dipandang sebagai
masalah internal sebuah Negara; pemerintah dan rakyat selama prosesnya
dilakukan secara terbuka dan jujur. Dengan melihat peluang baik itu, maka
proses penyelesaian permasalahan isu konflik di Tanah Papua perlu dilakukan
secara konsisten dan serius. Jika tidak, maka generasi berikutnya akan
merasakan hal yang sama atau bahkan lebih terrible dari yang dibayangkan.
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)
sebagai sebuah organisasi ideologis yang berpihak pada nilai kebenaran atau
hanif ingin menjadi inisiator gagasan yang dimaksud bukan untuk memperkeruh dan
mengompori konflik yang memanas akhir-akhir ini. Tapi langkah yang coba diambil
HMI adalah cara paling moderat lewat diskusi bersama mencari jalan tengah
paling baik dari dialog yang telah dilaksanakan. Tentunya Ke-Papua-an bagi HMI
adalah bagian yang tak terpisahkan dari Indonesia dan sebaliknya. Masalah Papua
adalah masalah Indonesia dan Masalah Indonesia adalah masalah HMI.
Seperti halnya penyempaian
Rifyandi Ridwan Saleh dari PB HMI bahwa kedepannya HMI pun akan berupaya keras
untuk mendukung dan membantu Pemerintah melalui program kerja yang akan
dijalankan nantinya sehingga membutuhkan partisipasi dan dukungan semua
stakeholder yang ada termasuk para Narasumber yang notabene paham dengan situasi
yang saat ini dibahas.
Bagi HMI terwujudnya masyarakat
adil makmur yang diridhoi (Tuhan) Allah SWT adalah tujuan utama. Tidak ada yang
lebih utama dari itu.
Maka HMI Cabang Persiapan Mimika setelah
mendengarkan, mengikuti dan menyikapi konflik di Tanah Papua dengan ini
memberikan 9 rekomendasi sebagai berikut:
1. Mendorong adanya dialog
komprehensif terhadap penyelesaian konflik di Tanah Papua dilakukan secara
akuntabel, jujur, dan serius.
2. Mendorong penyelesaian konflik
di Tanah Papua secara kolaboratif dan bersinergi melalui konsolidasi masyarakat
sipil; pemerintah lokal dan tokoh masyarakat
3. Pemerintah harus melakukan
pendekatan humanisme dalam penyelesaian konflik secara serius
4. Mendorong pembentukan Tim
Independen Investigasi Khusus Penanganan Konflik Papua
5. Mendorong penegakan hukum yang
profesional kepada seluruh pelaku kekerasan HAM di Tanah Papua
6. Review Kebijakan tiga sektor
yaitu pendidikan, kesehatan dan ekonomi dari segi infrastruktur fisik dan
infrastruktur sosial
7. Review Kebijakan Kemananan di
Tanah Papua; Penghentian peningkatan Militeristik di Tanah Papua, dan
Penghentian transaksi penjualan senjata serta Penangkapan Pemilik senjata
ilegal di Tanah Papua
8. Review Kebijakan Otonomi
Khusus oleh DPR RI dan juga Presiden sebelum dilanjutkan kembali
9. Memperbanyak dialog wawasan
Ke-Papua-an secara komprehensif dari identitas, budaya, dan kearifan lokal
sebagai ruang edukatif kepada public agar tidak terjadi marginalisasi dan
diskriminasi terhadap orang Papua. (MA)