logo-website
Selasa, 14 Okt 2025,  WIT

“Guru Harus Lebih dari Sekadar Pintar!” Disdik Mimika Tegaskan Evaluasi Total Profesionalitas Guru

Insiden dugaan rasisme antar siswa jadi momentum introspeksi bagi dunia pendidikan di Mimika: Disdik tuntut guru tak hanya cerdas mengajar, tapi juga cakap membentuk karakter dan menghargai keberagaman

Papuanewsonline.com - 14 Okt 2025, 03:11 WIT

Papuanewsonline.com/ Pendidikan & Kesehatan

Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Mimika, Jeni Ohestin Usmani, saat diwawancarai awak media usai meninjau aksi protes orang tua murid di Sekolah Kalam Kudus Timika. Ia menegaskan pentingnya evaluasi profesionalitas guru dan komitmen pemerintah dalam melindungi hak belajar anak-anak Mimika dari praktik rasisme.

Papuanewsonline.com, Timika — Kasus dugaan ujaran rasisme di SMP Kalam Kudus Timika terus bergulir dan kini mendapat perhatian serius dari Pemerintah Kabupaten Mimika. Dinas Pendidikan (Disdik) Mimika menyatakan akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap profesionalitas guru dan pola pendidikan di sekolah tersebut, menyusul protes keras para orang tua murid yang menilai insiden itu bukan kejadian pertama.


Kepala Dinas Pendidikan Mimika, Jeni Ohestin Usmani, menegaskan bahwa langkah evaluasi ini bukan sekadar reaksi spontan atas peristiwa viral, melainkan upaya sistematis untuk mengidentifikasi akar masalah — apakah berasal dari sistem pendidikan yang lemah atau guru yang tidak memenuhi standar profesionalitas.

“Kita akan evaluasi bersama, apakah yang salah itu pola pendidikannya atau gurunya yang tidak memenuhi syarat profesional sebagai guru,” tegas Jeni Usmani saat diwawancarai awak media usai menghadiri aksi penolakan rasisme di halaman Sekolah Kalam Kudus, Senin (13/10/2025).

Dalam keterangannya, Jeni menekankan bahwa seorang guru tidak boleh hanya diukur dari kecerdasan akademiknya semata. Tugas utama seorang pendidik, katanya, adalah membentuk karakter, sikap, dan empati sosial peserta didik, bukan hanya sekadar mengajarkan rumus dan teori.

“Guru bukan hanya dituntut pintar, tapi juga berkarakter dan mampu menanamkan nilai kemanusiaan serta menghargai keberagaman,” ujarnya.

Pernyataan ini menjadi refleksi penting bagi seluruh lembaga pendidikan di Mimika. Menurut Jeni, banyak sekolah yang masih menitikberatkan pada prestasi akademik tanpa memberi ruang cukup bagi pembentukan kepribadian dan etika sosial siswa — padahal hal itu adalah pondasi utama menciptakan masyarakat yang beradab dan toleran.

Kepala Disdik Mimika juga menegaskan bahwa pemerintah menghormati hak masyarakat dan yayasan dalam mendirikan serta mengelola sekolah, sebagaimana diatur dalam undang-undang. Namun, ia mengingatkan bahwa karena mayoritas siswa di Sekolah Kalam Kudus berasal dari masyarakat Mimika, maka pemerintah memiliki kewajiban moral dan hukum untuk melindungi hak-hak mereka sebagai peserta didik.

“Meski para guru di Kalam Kudus direkrut oleh pihak yayasan, pemerintah tetap berkewajiban melakukan evaluasi,” tegasnya.

Disdik Mimika juga menerima laporan dari sejumlah orang tua yang menyebutkan bahwa praktik rasisme di lingkungan sekolah itu sudah terjadi berulang kali. Hal ini memperkuat alasan bagi pemerintah untuk turun langsung dan melakukan penilaian objektif terhadap mutu pengajaran dan perilaku tenaga pendidik di sekolah tersebut.

Jeni Usmani menegaskan, setelah proses evaluasi selesai, Disdik tidak akan segan menjatuhkan sanksi tegas kepada pihak yang terbukti lalai — baik itu guru kelas, tenaga pendidik, maupun siswa pelaku tindakan rasis.

Ia juga mengimbau agar semua kepala sekolah dan guru di Mimika menjadikan kasus ini sebagai pelajaran penting dalam membangun budaya sekolah yang toleran dan humanis.

“Kejadian di Kalam Kudus harus menjadi pengingat bagi semua sekolah. Kita sama-sama tidak mengharapkan hal seperti ini terjadi lagi,” ujarnya dengan nada tegas.

Sebagai langkah pencegahan, Disdik Mimika akan mendorong program edukasi anti-bullying dan pelatihan guru tentang pendidikan karakter berbasis keberagaman, agar sekolah dapat benar-benar menjadi ruang aman bagi seluruh anak bangsa tanpa memandang suku, ras, atau latar belakang sosial.

Kasus Kalam Kudus telah membuka mata banyak pihak bahwa pendidikan bukan sekadar urusan nilai dan ijazah, tetapi tentang membentuk manusia yang menghargai sesama. Evaluasi yang dilakukan Disdik Mimika diharapkan tidak hanya menyelesaikan kasus ini, tetapi juga menjadi langkah awal menuju sistem pendidikan yang lebih berempati, setara, dan berkeadilan sosial.

“Kami ingin sekolah di Mimika bukan hanya mencetak anak pintar, tapi anak yang berkarakter dan menghormati keberagaman,” tutup Jeni Usmani.

 

 

Penulis: Jid

Editor: GF

Bagikan berita:
To Social Media :
Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE