Aksi Protes di Depan Sekolah Kalam Kudus Timika: Orang Tua Murid Desak Penghentian Rasisme
Insiden ujaran rasis saat kegiatan literasi sekolah memicu gelombang kemarahan dan seruan kuat dari orang tua murid untuk menciptakan ruang belajar yang aman, adil, dan menghargai keberagaman
Papuanewsonline.com - 14 Okt 2025, 02:49 WIT
Papuanewsonline.com/ Hukum & Kriminal

Papuanewsonline.com, Mimika — Suasana di depan Sekolah Kristen Kalam Kudus Timika pagi ini berubah menjadi lautan protes. Puluhan orang tua murid, didominasi oleh keluarga asli Papua, menggelar aksi damai menuntut keadilan dan penghentian praktik rasisme yang diduga terjadi di lingkungan sekolah tersebut.
Aksi ini merupakan respons keras
terhadap dugaan ucapan rasis yang dilontarkan antar murid kelas VII Salomon
saat kegiatan literasi pada Jumat (10/10/2025). Salah satu murid yang menjadi
korban adalah Brigita Glori Kristiani Lokbere, siswa SMP di sekolah itu.
“Kami tidak akan diam saat
anak-anak kami dilecehkan dengan sebutan rasis. Ini bukan sekadar ucapan — ini
menyakiti martabat kami sebagai manusia Papua,” ujar seorang orang tua dengan
suara bergetar.
Dalam aksi yang berlangsung
tertib tersebut, para orang tua murid membentangkan berbagai pduk bernada
protes keras terhadap rasisme. Pesan-pesan itu sarat makna, di antaranya:
“Kalau saya monyet, saya tidak
sekolah.”
“Stop rasis di tanah kami, karena
monyet tidak pernah cari makan di daerah manusia tetapi manusia lah cari makan
di daerah monyet.”
“Papua bukan tanah kosong. Kami
bukan monyet, kami manusia.”
“Stop Rasisme Wujudkan Persatuan!
Rasisme bukan hanya melukai hati, tapi juga memecah belah bangsa.”
Selain isu rasisme, massa juga
menyuarakan penolakan terhadap praktik bullying yang masih marak di sekolah,
mulai dari ejekan “bodoh”, “tolol”, “jelek”, hingga “lemah”. Menurut mereka,
praktik-praktik tersebut tidak boleh dibiarkan tumbuh dalam dunia pendidikan
yang seharusnya menjadi tempat aman dan membentuk karakter.
“Sekolah harus jadi rumah kedua
yang aman, bukan tempat anak-anak kami dicaci maki dan direndahkan,” tegas
salah satu perwakilan orang tua.
Merespons gelombang aksi ini, Kepala
Dinas Pendidikan Mimika, Jenni O. Usmani, didampingi perwakilan DPRK Mimika dan
pihak sekolah, turun langsung menemui massa. Mereka mengajak dialog terbuka
untuk mendengar aspirasi dan keluhan orang tua murid.
Jenni menegaskan bahwa pemerintah
daerah akan menindaklanjuti kasus ini secara serius dan memastikan tidak ada
bentuk diskriminasi yang dibiarkan berkembang di lingkungan sekolah. “Kami akan
lakukan evaluasi dan pembinaan menyeluruh. Ini tidak boleh dibiarkan,” ujarnya.
Perwakilan sekolah pun
menyampaikan permohonan maaf kepada orang tua dan berkomitmen membangun lingkungan
belajar yang lebih inklusif, menghargai keberagaman, dan melibatkan siswa dalam
program edukasi toleransi serta anti-bullying.
Orang tua murid meminta pihak
sekolah membuat mekanisme pencegahan dan sanksi tegas terhadap tindakan rasisme
dan bullying, termasuk pembinaan khusus bagi siswa dan tenaga pendidik. Mereka
juga menginginkan sekolah lebih aktif mengedukasi murid tentang nilai-nilai
kemanusiaan, kesetaraan, dan persatuan bangsa.
“Kami tidak ingin kasus seperti
ini terulang. Anak-anak kami berhak belajar dengan damai dan bermartabat,”
tutur seorang ibu yang turut memimpin aksi.
Aksi damai ini berlangsung dengan
pengawalan aparat keamanan dan berakhir dengan kesepakatan untuk melakukan pertemuan
lanjutan antara orang tua, pihak sekolah, dan Dinas Pendidikan.
Penulis: Abim
Editor: GF