logo-website
Sabtu, 11 Okt 2025,  WIT

150 Terpidana Mati Kasus Narkotika Belum Dieksekusi, GANNAS Beri Pesan ke Jaksa Agung

Ada 350 terpidana mati yang sudah inkrah, 150 diantaranya terpidana mati kasus narkotika. Namun, belum ada eksekusi putusan tersebut. Tolong pesan ini sampaikan ke Jaksa Agung

Papuanewsonline.com - 10 Apr 2025, 12:58 WIT

Papuanewsonline.com/ Hukum & Kriminal

Ketua Umum Gerakan Anti Narkoba Nasional (GANNAS) I Nyoman Adi Peri

Papuanewsonline.com, Jakarta-

Ketua Umum Gerakan Anti Narkoba Nasional (GANNAS) I Nyoman Adi Peri menyampaikan pesan ke Jaksa Agung  tentang  150 terpidana mati kasus narkotika yang hingga kini belum dieksekusi.

“Ada 350 terpidana mati yang sudah inkrah, 150 diantaranya terpidana mati kasus narkotika. Namun, belum ada eksekusi putusan tersebut. Tolong pesan ini sampaikan ke Jaksa Agung,” ucap Nyoman melalui keterangan tertulis yang diterimah media ini, Kamis (10/4).

Dia menambahkan, pihak kejaksaan seharusnya menyampaikan ke publik jika ada kendala hukum yang menyebabkan penundaan eksekusi hukuman mati.

“Atau sekalian, mungkin pemerintah bisa melakukan moratorium hukuman mati,” saran Nyoman.

Pria yang berprofesi sebagai pengacara itu menjelaskan mengenai moratorium hukuman mati. Menurutnya, moratorium itu bisa dilakukan dengan cara terpidana mati membuat pernyataan untuk tidak mengulangi perbuatan buruk itu dalam kurun waktu tertentu.

“Misalkan kita buat moratorium selama 10 tahun. Nanti, Terpidana mati juga diwajibkan turut aktif dalam membantu penanggulangan narkotika di Indonesia. Jika selama kurun waktu tersebut terpidana mati tidak melakukan perbuatan yang sama, maka hukuman mati tidak berlaku lagi bagi mereka. Tetapi, jika terpidana mati itu melakukan lagi setelah batas waktu yang diberikan, hukuman mati kembali berlaku bagi mereka,” papar Nyoman.

Dia menduga salah satu alasan Kejaksaan Agung menunda eksekusi mati lantaran adanya isu HAM. Nyoman lalu menjelaskan, hak hidup warga negara memang dilindungi oleh negara melalui UUD 1945.

Nyoman mengakui ada  pengecualian. Kecuali ada keputusan pengadilan tentang vonis mati itu sendiri,” tuturnya.

Nyoman menginginkan adanya kejelasan terkait putusan mati kasus narkotika agar ada efek jera bagi para kriminal narkoba.

“Dalam waktu dekat, DPP GANNAS akan menyurati Jaksa Agung dan Komisi III DPR RI untuk beraudiensi agar masalah terkait vonis mati ini bisa clear, jelas, dan tidak merugikan pihak manapun,” ungkapnya.

Alumni Lemhanas Tahun 2009 itu menganggap narkotika memiliki daya rusak cukup besar dan mengancam generasi bangsa Indonesia. Sehingga, perlu adanya hukuman tegas untuk para kriminal barang haram tersebut.

“Kami (GANNAS) di tahun 2024 ini sudah genap 17 tahun mendedikasikan diri untuk memberantas narkoba di tanah air. Kami menyaksikan dan merasakan sendiri bahwa narkoba itu ancaman yang sangat besar bagi negeri. Butuh penanganan yang cepat dan tegas. Ada pepatah Cina kuno yang mengatakan, untuk menakuti 1000 monyet, bunuh satu monyet,” tegasnya.

“Kasihan kita-kita ini semua. Perbuatan mereka itu kan harus di-punish. Punishment dan reward ini juga kan harus seimbang. Kalau dari sisi agama, MUI, NU, dan Muhammadiyah sepakat, hal-hal yang membuat kehancuran di negeri ini tidak apa-apa bahasa kasarnya ‘dimodarkan’,” sambung Nyoman.(red)


Bagikan berita:
To Social Media :
Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE