logo-website
Jumat, 19 Sep 2025,  WIT

Polemik Jargon Baru “Mimika Rumah Kita” di Tengah Identitas Asli Daerah

Masyarakat Adat Tegaskan Pentingnya Menghormati “Eme Neme Yauware” sebagai Simbol Persatuan dan Harga Diri Suku Amungme serta Kamoro

Papuanewsonline.com - 19 Sep 2025, 02:22 WIT

Papuanewsonline.com/ Politik & Pemerintahan

Tugu Perdamaian di Bundaran Timika Indah menjadi salah satu simbol persatuan masyarakat Mimika yang kini kembali menguat seiring polemik penggunaan jargon “Mimika Rumah Kita” menggantikan identitas asli “Eme Neme Yauware”.

Papuanewsonline.com, Mimika – Perdebatan publik di Kabupaten Mimika kian menghangat setelah Pemerintah Daerah melalui kepemimpinan Bupati Johannes Rettob dan Wakil Bupati Emanuel Kemong gencar mensosialisasikan jargon baru “Mimika Rumah Kita”. Jargon ini mulai digaungkan dalam berbagai acara besar, seremonial, hingga kegiatan resmi pemerintahan. Namun, langkah tersebut justru menuai penolakan keras dari masyarakat adat.


Masyarakat Amungme dan Kamoro menilai jargon tersebut berpotensi menggeser eksistensi identitas asli Mimika yang telah melekat sejak lama, yakni “Eme Neme Yauware”, yang memiliki makna mendalam: Bersatu, Bersaudara, Membangun. Identitas ini dianggap bukan sekadar slogan, melainkan simbol kultural yang menyatukan masyarakat lokal.

Penolakan masyarakat adat tidak hanya disampaikan melalui forum-forum resmi, tetapi juga ramai di jagat media sosial. Unggahan dengan tagar #SaveEmeNemeYauware bermunculan, sebagai bentuk protes terhadap kebijakan pemerintah daerah yang dianggap mengabaikan sejarah dan nilai luhur masyarakat Mimika.

Ketua Aliansi Pemuda Kamoro (APK), Refael Taurekeyau, menyatakan sikap tegas menolak jargon baru tersebut.

“Saya, Ketua APK, dengan tegas menolak slogan Mimika Rumah Kita. Identitas kita adalah Eme Neme Yauware, itu simbol dan harga diri masyarakat Kamoro. Pemerintah harus mengembalikannya sebagai jargon utama Mimika,” tegas Refael.

Menanggapi polemik ini, Ketua Komisi IV DPRK Mimika, Elinus Balinol Mom, mengingatkan agar persoalan ini dilihat secara utuh, tidak hanya dari sisi politik, tetapi juga dari aspek hukum dan kebudayaan.

“Elite politik maupun pemerintah harus bijak menyikapi persoalan ini. Eme Neme Yauware adalah identitas asli yang lahir dari masyarakat Mimika, dan itu harus dihormati,” ujarnya.

Elinus juga mendorong pemerintah daerah untuk membuka ruang dialog bersama tokoh adat, pemuda, dan masyarakat sipil, agar tercipta kesepahaman dan tidak ada pihak yang merasa terpinggirkan.

Bagi masyarakat adat Mimika, “Eme Neme Yauware” adalah warisan nilai persatuan yang menyatukan berbagai suku dan golongan sejak dahulu. Penggantian atau pengaburan jargon ini dikhawatirkan dapat mengikis rasa memiliki terhadap tanah Mimika yang kaya akan keberagaman.

Sejumlah tokoh adat pun menegaskan bahwa pemerintah daerah perlu mengedepankan kearifan lokal sebagai fondasi membangun daerah, sehingga setiap program dan jargon yang dipilih selaras dengan jati diri masyarakat.

 

Penulis: Jid

Editor: GF

 

Bagikan berita:
To Social Media :
Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE