LSM Antikorupsi 2PAM3 Kritik Vonis 7 Tahun Penjara untuk Kepala Dinas PU Mimika
LSM Antikorupsi 2PAM3 Mimika menilai putusan Majelis Hakim Tipikor Pengadilan Negeri Jayapura terhadap Kepala Dinas Pekerjaan Umum Mimika tidak mencerminkan rasa keadilan.
Papuanewsonline.com - 13 Des 2025, 19:40 WIT
Papuanewsonline.com/ Hukum & Kriminal
Papuanewsonline.com, Jayapura — Putusan Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Jayapura yang menjatuhkan vonis tujuh tahun penjara kepada Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Mimika, Dominggus Robert Mayaut, menuai kritik dari LSM Antikorupsi 2PAM3 Mimika. Vonis tersebut diputuskan dalam sidang yang berlangsung pada 9 Desember 2025.
Direktur LSM Antikorupsi 2PAM3 Mimika, Antonius Rahabav,
menilai putusan hakim tersebut tidak adil dan mencederai prinsip keadilan serta
hak asasi manusia. Menurutnya, perkara yang disidangkan berkaitan dengan
persoalan kewenangan dan dugaan mufakat jahat, namun fakta persidangan tidak
mampu membuktikan adanya keterlibatan korporasi maupun persekongkolan
sebagaimana didakwakan.
Anton menjelaskan bahwa dalam struktur pengelolaan proyek, Kepala Dinas Pekerjaan Umum tidak lagi memegang kewenangan penuh karena kewenangan teknis telah dilimpahkan kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Dengan demikian, pertanggungjawaban seharusnya berada pada level pelaksana teknis yang menjalankan pekerjaan di lapangan.

Ia menilai majelis hakim semestinya mempertimbangkan secara
proporsional tingkat keterlibatan terdakwa. Jika keterlibatan tersebut hanya
berada pada kisaran tertentu, maka penyelesaiannya lebih tepat ditempatkan
dalam ranah administrasi, bukan pidana yang berujung pada hukuman penjara.
LSM 2PAM3 juga mendorong terdakwa untuk tidak berhenti pada
putusan tingkat pertama. Anton meminta agar upaya hukum lanjutan segera
ditempuh melalui pengajuan kasasi ke Mahkamah Agung serta pengaduan resmi ke
Ombudsman Republik Indonesia.
Menurutnya, apabila Mahkamah Agung menemukan adanya unsur
maladministrasi dalam proses penanganan perkara, maka putusan pengadilan dapat
dibatalkan dan terdakwa berpeluang memperoleh putusan bebas. Langkah tersebut
dinilai penting untuk memastikan bahwa hukum ditegakkan secara objektif dan
tidak merugikan hak-hak seseorang.
Anton menegaskan bahwa putusan yang dianggap tidak adil
harus dilawan melalui jalur hukum yang tersedia. Ia menilai perkara ini bukan
semata menyangkut individu tertentu, melainkan menyangkut prinsip keadilan dan
kepastian hukum dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi.
Ia berharap kasus ini menjadi perhatian serius bagi aparat
penegak hukum agar ke depan penerapan pertanggungjawaban pidana benar-benar
didasarkan pada bukti, kewenangan, dan peran nyata masing-masing pihak,
sehingga tidak terjadi kriminalisasi terhadap pejabat yang secara struktural
tidak memiliki kendali langsung atas pelaksanaan teknis kegiatan.
Penulis: Hendrik
Editor: GF