logo-website
Rabu, 17 Des 2025,  WIT

LSM Antikorupsi 2PAM3 Kritik Vonis 7 Tahun Penjara untuk Kepala Dinas PU Mimika

LSM Antikorupsi 2PAM3 Mimika menilai putusan Majelis Hakim Tipikor Pengadilan Negeri Jayapura terhadap Kepala Dinas Pekerjaan Umum Mimika tidak mencerminkan rasa keadilan.

Papuanewsonline.com - 13 Des 2025, 19:40 WIT

Papuanewsonline.com/ Hukum & Kriminal

Direktur LSM Antikorupsi 2PAM3 Mimika, Antonius Rahabav, saat diwawancarai awak media di Timika, Papua Tengah, Sabtu (13/12/2025).

Papuanewsonline.com, Jayapura — Putusan Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Jayapura yang menjatuhkan vonis tujuh tahun penjara kepada Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Mimika, Dominggus Robert Mayaut, menuai kritik dari LSM Antikorupsi 2PAM3 Mimika. Vonis tersebut diputuskan dalam sidang yang berlangsung pada 9 Desember 2025.


Direktur LSM Antikorupsi 2PAM3 Mimika, Antonius Rahabav, menilai putusan hakim tersebut tidak adil dan mencederai prinsip keadilan serta hak asasi manusia. Menurutnya, perkara yang disidangkan berkaitan dengan persoalan kewenangan dan dugaan mufakat jahat, namun fakta persidangan tidak mampu membuktikan adanya keterlibatan korporasi maupun persekongkolan sebagaimana didakwakan.

Anton menjelaskan bahwa dalam struktur pengelolaan proyek, Kepala Dinas Pekerjaan Umum tidak lagi memegang kewenangan penuh karena kewenangan teknis telah dilimpahkan kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Dengan demikian, pertanggungjawaban seharusnya berada pada level pelaksana teknis yang menjalankan pekerjaan di lapangan.


Ia menilai majelis hakim semestinya mempertimbangkan secara proporsional tingkat keterlibatan terdakwa. Jika keterlibatan tersebut hanya berada pada kisaran tertentu, maka penyelesaiannya lebih tepat ditempatkan dalam ranah administrasi, bukan pidana yang berujung pada hukuman penjara.

LSM 2PAM3 juga mendorong terdakwa untuk tidak berhenti pada putusan tingkat pertama. Anton meminta agar upaya hukum lanjutan segera ditempuh melalui pengajuan kasasi ke Mahkamah Agung serta pengaduan resmi ke Ombudsman Republik Indonesia.

Menurutnya, apabila Mahkamah Agung menemukan adanya unsur maladministrasi dalam proses penanganan perkara, maka putusan pengadilan dapat dibatalkan dan terdakwa berpeluang memperoleh putusan bebas. Langkah tersebut dinilai penting untuk memastikan bahwa hukum ditegakkan secara objektif dan tidak merugikan hak-hak seseorang.

Anton menegaskan bahwa putusan yang dianggap tidak adil harus dilawan melalui jalur hukum yang tersedia. Ia menilai perkara ini bukan semata menyangkut individu tertentu, melainkan menyangkut prinsip keadilan dan kepastian hukum dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi.

Ia berharap kasus ini menjadi perhatian serius bagi aparat penegak hukum agar ke depan penerapan pertanggungjawaban pidana benar-benar didasarkan pada bukti, kewenangan, dan peran nyata masing-masing pihak, sehingga tidak terjadi kriminalisasi terhadap pejabat yang secara struktural tidak memiliki kendali langsung atas pelaksanaan teknis kegiatan.

 

Penulis: Hendrik
Editor: GF

Bagikan berita:
To Social Media :
Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE