MRP Papua Selatan Desak Revisi PP 54/2004 untuk Perluas Kewenangan Demi Kadaulatan OAP
Pertemuan Asosiasi MRP se-Tanah Papua di Sentani Bahas Kesenjangan Regulasi dan Penguatan Peran Lembaga Kultural OAP di Era Otsus Baru
Papuanewsonline.com - 30 Okt 2025, 01:25 WIT
Papuanewsonline.com/ Politik & Pemerintahan
Papuanewsonline.com, Jayapura — Majelis Rakyat Papua (MRP) Provinsi Papua Selatan menegaskan komitmennya untuk memperjuangkan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2004 tentang Majelis Rakyat Papua. Regulasi tersebut dinilai sudah tidak relevan dengan dinamika sosial dan politik terkini, terutama setelah diberlakukannya Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) Papua perubahan kedua.
Dalam Pertemuan Asosiasi MRP
se-Tanah Papua yang digelar di Sentani, Kabupaten Jayapura, Selasa
(28/10/2025), Ketua MRP Papua Selatan, Damianus Katayu, menyampaikan bahwa
revisi PP 54/2004 sangat mendesak dilakukan agar peran MRP sebagai lembaga
representatif kultural Orang Asli Papua (OAP) semakin kuat, tidak hanya
bersifat simbolik.
“MRP perlu diberikan kewenangan
yang lebih luas. Tidak cukup hanya memberi pertimbangan dan rekomendasi
terhadap calon gubernur dan wakil gubernur OAP, tapi juga terhadap calon
bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota di seluruh Tanah Papua,”
tegas Katayu.
Pertemuan lintas-MRP tersebut
menjadi ajang penting untuk menyatukan pandangan antarprovinsi, khususnya dalam
memperjuangkan afirmasi politik bagi OAP di tingkat nasional. Damianus Katayu
juga menyoroti perlunya keterwakilan OAP yang lebih besar di Dewan Perwakilan
Daerah (DPD), agar suara masyarakat adat Papua benar-benar terwakili di
parlemen pusat.
“Kami menilai, selama ini ruang
politik bagi OAP masih sangat terbatas. Padahal, semangat Otsus adalah
memberikan ruang keadilan, perlindungan, dan pemberdayaan bagi orang Papua
dalam menentukan masa depan mereka sendiri,” ujarnya di hadapan para peserta
forum.
Pertemuan tersebut juga dihadiri
oleh tenaga ahli dari Universitas Cenderawasih (Uncen) dan Universitas Papua
(Unipa) yang turut memaparkan hasil kajian akademik terkait urgensi perubahan
PP 54/2004. Kajian tersebut menyoroti adanya ketimpangan kewenangan antara MRP
dan lembaga legislatif maupun eksekutif daerah, sehingga peran MRP dalam
menjaga nilai-nilai adat dan budaya belum sepenuhnya efektif.
Para akademisi menilai, dalam
konteks otonomi khusus, MRP seharusnya tidak hanya menjadi lembaga yang
memberikan rekomendasi formal, tetapi juga memiliki fungsi pengawasan dan
perlindungan substantif terhadap hak-hak politik, sosial, dan budaya OAP.
“MRP harus dilibatkan secara
langsung dalam proses pengambilan keputusan strategis, termasuk dalam penentuan
kebijakan publik yang berdampak pada masyarakat adat Papua,” papar salah satu
tenaga ahli dari Uncen.
Pertemuan Asosiasi MRP se-Tanah
Papua ini menghasilkan kesepakatan bersama untuk membentuk tim kerja advokasi
revisi PP 54/2004 yang akan menyusun draf usulan resmi kepada Pemerintah Pusat
melalui Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Hukum dan HAM.
Langkah ini diharapkan dapat
memperkuat posisi MRP dalam sistem pemerintahan daerah, sekaligus memastikan
semangat Otsus tetap berpihak pada rakyat Papua.
“Kami ingin agar Otsus tidak
sekadar menjadi program administratif, tetapi benar-benar menjadi jalan bagi
masyarakat Papua untuk berdiri tegak dalam martabatnya sendiri,” kata Katayu
menutup pertemuan dengan penuh semangat.
Penulis: Hendrik
Editor: GF