logo-website
Senin, 13 Okt 2025,  WIT

Yohanes Kemong Soroti Kontroversi Penghargaan “Pendiri Mimika”: Kritik Tajam untuk Pemda Mimika

Penetapan individu sebagai “pendiri Mimika” dinilai keliru dan menyinggung nilai-nilai budaya lokal suku Amume dan Kamoro yang disebut sebagai pewaris asli tanah Mimika

Papuanewsonline.com - 13 Okt 2025, 16:13 WIT

Papuanewsonline.com/ Politik & Pemerintahan

Yohanes Kemong saat menyampaikan pendapatnya mengenai kontroversi pemberian penghargaan “pendiri Mimika” pada peringatan HUT ke-29 Kabupaten Mimika. Pernyataannya memicu perdebatan di kalangan masyarakat adat Amume dan Kamoro.

Papuanewsonline.com, Mimika – Suasana peringatan Hari Ulang Tahun ke-29 Kabupaten Mimika yang semestinya berlangsung penuh sukacita mendadak diwarnai perdebatan hangat. Hal itu terjadi setelah Pemerintah Daerah Mimika memberikan penghargaan kepada sejumlah individu yang disebut sebagai “pendiri Mimika”.


Langkah tersebut menuai reaksi keras dari Yohanes Kemong, tokoh masyarakat dan anggota DPRD Provinsi Papua Tengah, yang menilai keputusan itu tidak berdasar dan berpotensi menyinggung perasaan masyarakat adat — khususnya suku Amume dan Kamoro, dua suku besar yang secara turun-temurun mendiami wilayah Mimika.

“Siapakah pendiri Mimika? Apakah manusia yang mendirikan Mimika, atau Allah yang menciptakan Mimika?” tegas Yohanes Kemong saat menyampaikan pendapatnya di hadapan awak media, dengan nada kecewa.

Menurutnya, Mimika bukanlah wilayah yang didirikan oleh manusia, melainkan tanah yang diciptakan oleh Tuhan dan diwariskan kepada suku Amume dan Kamoro sebagai penjaga dan pewaris sah. Karena itu, istilah “pendiri Mimika” dianggapnya tidak tepat dan justru merendahkan makna sejarah serta nilai budaya yang melekat dalam identitas masyarakat lokal.

Kemong juga mempertanyakan dasar pemberian penghargaan yang dinilai tidak melalui kajian historis maupun konsultasi adat. Ia menyoroti keputusan pemerintah daerah yang menobatkan Maria Retop sebagai salah satu penerima penghargaan “pendiri Mimika”.

“Mengapa penghargaan itu diberikan kepada individu yang tidak memiliki hubungan langsung dengan sejarah atau leluhur Amume dan Kamoro? Keputusan seperti ini bisa menimbulkan perpecahan dan melukai hati masyarakat adat,” ujarnya menegaskan.

Pernyataan tersebut sontak memicu perdebatan di kalangan masyarakat Mimika. Sebagian menilai bahwa penghargaan itu merupakan bentuk apresiasi atas kontribusi tokoh-tokoh pembangunan daerah, namun sebagian lainnya berpendapat bahwa label “pendiri Mimika” mengandung makna simbolis yang terlalu dalam dan sensitif untuk digunakan tanpa persetujuan masyarakat adat.

Yohanes Kemong mendesak agar Pemerintah Kabupaten Mimika segera memberikan klarifikasi resmi terkait dasar pemberian penghargaan tersebut. Ia juga meminta agar Dewan Adat dan perwakilan suku Amume serta Kamoro dilibatkan dalam setiap kebijakan yang berkaitan dengan nilai-nilai identitas dan sejarah masyarakat.

“Kami tidak menolak penghargaan bagi tokoh pembangunan. Tapi jangan memakai istilah ‘pendiri Mimika’ yang bisa menimbulkan tafsir keliru. Mimika sudah ada jauh sebelum pemerintahan terbentuk,” tambahnya.

Hingga berita ini diturunkan, Bupati Mimika Johannes Rettob dan Wakil Bupati Oskar Rettob belum memberikan pernyataan resmi terkait kontroversi tersebut. Namun, sejumlah pihak berharap agar polemik ini segera diselesaikan melalui dialog terbuka antara pemerintah daerah, tokoh masyarakat, dan lembaga adat, demi menjaga keharmonisan di tengah momentum perayaan HUT ke-29 Kabupaten Mimika.

 

 

Penulis: Hendrik

Editor: GF

Bagikan berita:
To Social Media :
Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE