Skandal Korupsi Aerosport Mengguncang Mimika: Empat ASN Resmi Ditahan Kejati Papua
Proyek PUPR Bernilai Rp79 Miliar Diduga Sarat Manipulasi Tender — Penyidik Telusuri Keterlibatan Pihak Lain di Balik Kasus
Papuanewsonline.com - 31 Okt 2025, 03:11 WIT
Papuanewsonline.com/ Hukum & Kriminal
Papuanewsonline.com, Jayapura — Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua resmi menahan empat Aparatur Sipil Negara (ASN) dari lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mimika terkait dugaan korupsi proyek pembangunan sarana dan prasarana aerosport pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Mimika tahun anggaran 2021.
Keempat tersangka, masing-masing
berinisial DM, HW, RJW, dan M, merupakan anggota Kelompok Kerja (Pokja)
Pemilihan yang bertanggung jawab atas proses tender pengadaan barang dan jasa
di lingkungan Pemkab Mimika.
Penahanan dilakukan usai
keempatnya menjalani pemeriksaan intensif selama lima jam di Kantor Kejati
Papua, Jayapura, pada Rabu malam, 29 Oktober 2025. Setelah ditetapkan sebagai
tersangka, mereka langsung digiring ke Rutan Abepura untuk menjalani penahanan
selama 20 hari ke depan.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus)
Kejati Papua, Nixon Mahuse, mengungkapkan bahwa hasil penyidikan menunjukkan
adanya pelanggaran serius dalam proses lelang proyek.
Menurutnya, keempat ASN tersebut secara sengaja memenangkan PT Karya Mandiri
Permai sebagai pelaksana proyek, meskipun perusahaan itu tidak memenuhi
persyaratan administratif maupun teknis sesuai ketentuan pengadaan.
“Perusahaan tersebut secara hukum
tidak layak memenangkan tender, namun Pokja tetap memaksakan penetapan
pemenang. Ada indikasi kuat bahwa keputusan itu disengaja dan melibatkan
kepentingan tertentu,” tegas Nixon dalam konferensi persnya.
Proyek pembangunan fasilitas
aerosport ini sendiri memiliki nilai kontrak sekitar Rp79 miliar, yang
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Mimika
tahun 2021.
Sementara itu, Kepala Seksi
Penyidikan Kejati Papua, Valeri Deddy Sawaki, menjelaskan bahwa proyek
aerosport tersebut meliputi pekerjaan timbunan tanah seluas 222.477 meter kubik.
Namun, hasil pemeriksaan teknis menunjukkan realisasi pekerjaan hanya mencapai
104.470 meter kubik, jauh dari volume yang ditetapkan dalam kontrak.
“Selisih pekerjaan tersebut
menimbulkan kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp31,3 miliar,” ungkap
Valeri.
Penyidik juga menduga terdapat penggelembungan
volume pekerjaan dan manipulasi laporan kemajuan proyek. Saat ini, tim penyidik
masih melakukan pendalaman terhadap peran pihak-pihak lain yang diduga ikut
menikmati hasil korupsi tersebut.
Valeri menegaskan, penyidikan
tidak akan berhenti pada empat ASN ini saja. Sejumlah pihak lain yang terlibat
dalam proyek — mulai dari Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK), konsultan pengawas, hingga konsultan perencana — juga tengah
diperiksa secara intensif.
“Kami akan dalami seluruh mata
rantai proyek ini. Siapa pun yang terbukti ikut serta dalam praktik korupsi,
akan diproses hukum tanpa pandang bulu,” ujarnya.
Kasus ini, menurut Valeri,
menjadi peringatan keras bagi seluruh aparatur pemerintah daerah agar tidak
menyalahgunakan jabatan dan wewenang demi keuntungan pribadi.
Keempat tersangka dijerat dengan Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana
telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, yang mengatur ancaman hukuman minimal
empat tahun dan maksimal dua puluh tahun penjara, serta denda hingga Rp1 miliar.
Kejati Papua juga memastikan
bahwa proses hukum akan dilakukan secara transparan dan profesional, demi
menegakkan keadilan dan memulihkan kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan
pemerintahan di daerah.
Penulis: Jid
Editor: GF